DUGDERAN
Dugderan adalah sebuah tradisi masyarakat kota
Semarang yang diselenggarakan untuk menandai awal bulan Ramadhan dan
mengumumkannya pada semua warga. Kata “dugderan” sendiri berasal dari suara
bedug yang ditabuh (dug) dan dilanjutkan dengan suara meriam (der). Namun
seiring perkembangan zaman, sekarang ini dugderan tidak lagi menggunakan
meriam, tetapi menggunakan petasan.
Sejarah Dugderan

Warak Ngendog
Bagi yang pernah mendatangi atau melihat acara
dugderan, pasti tidak asing dengan Warak Ngendog. Warak Ngendog adalah sejenis
binatang rekaan yang dalam tradisi Dugderan akan diarak oleh rombongan.
Warak Ngendog menggambarkan hewan dari 3 etnis, yaitu
etnis Cina, Arab, dan Jawa. Bentuk kepala naga menggambarkan etnis Cina. Bentuk
tubuhnya yang menyerupai buraq
menggambarkan etnis Arab, dan kakinya yang menyerupai kaki kambing
menggambarkan etnis Jawa.

Bentuk Warak Ngendog yang unik ini konon katanya
menggambarkan sifat warga Semarang. Bentuk tubuh Warak Ngendog lurus, hal ini
menggambarkan bahwa warga Semarang selalu terbuka dan berbicara apa adanya.
Selain itu, Warak Ngendog juga menggambarkan pencampuran akulturasi budaya dan
etnis.
Selain Warak Ngendog, masyarakat juga tertarik dengan
berbagai macam benda yang dijual dalam acara Dugderan. Seperti kerajinan tangan
(gerabah, celengan), makanan, minuman, dan berbagai macam mainan yang unik.
No comments:
Post a Comment